Syahrir Rahman - 21040112140032
Posted By: Unknown On Senin, 29 Juni 2015
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN
PARTISIPATIF DI DALAM MUSRENBANG DAN KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pembangunan
Berkelanjutan
(TKP 452)
Disusun Oleh:
Syahrir Rahman
21040112140032
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan
pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. dan pelaksanaannya tidak pernah terlepas dari pemanfaatan sumber daya baik sumber daya manusia ataupun sumber daya alam. Seringkali,
pembangunan dilakukan dengan menjadikan pertumbuhan
ekonomi (economic growth) sebagai satu-satunya tujuan
yang akan dicapai sehingga terkesan mengabaikan
aspek lain yaitu aspek sosial
dan lingkungan. Hal ini pada akhirnya
berdampak pada tidak seimbangnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi dengan
keberlanjutan lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
pembangunan yang lebih memperhatikan aspek lain selain ekonomi seperti aspke
lingkungan dan sosial. Proses pembangunan ini juga hendaknya memperhatikan
keberlangsungan sumberdaya sehingga keberlanjutan ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang dihasilkan pembangunan tersebut dapat terjaga. Pendekatan
pembangunan ini kemudian dikenal sebagai. Pembangunan Berkelanjutan adalah
sebuah proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan.
Pada prinsipnya, pembangunan berkelanjutan merupakan
tipe pembangunan yang melibatkan banyak dimensi, salah satunya masyarakat.
Masyarakat dalam pembangunan bekelanjutan merupakan elemen yang paling penting
karena berperan sebagai objek sekaligus subjek pembangunan dan masyarakat
berhak terlibat dalam pegambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya baik
untuk saat ini ataupun untuk masa depan mereka terutama untuk generasi
berikutnya. Oleh karena itu, peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses
pembangunan berkelanjutan.
Tipe perencanaan yang melibatkan masyarakat dalam
proses perencanaannya disebut dengan perencanaan partisipatif. Abe (2002)
mengatakan bahwa perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam
tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebuah perencanaan yang
partisipatif diharapkan mampu menjaring kepedulian dan kebutuhan masyarakat
dengan lebih baik sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih mudah dan lancar.
Adapun salah satu langkah dalam menjaring kepedulian dan kebutuhan masyarakat
akan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan atau lebih dikenal dengan nama Musrenbang. Tulisan ini
akan memaparkan mengenai pengertian musrenbang dan prinsip-prinsipnya, proses
pelaksanaan hingga keterkaitan musrenbang dengan pembangunan berkelanjutan
secara lebih mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
merupakan sebuah agenda tahunan yang dilakukan oleh masyarakat dan pemangku kebijakan
untuk mendiskusikan masalah yang mereka hadapi dan memutuskan prioritas
pembangunan jangka pendek dari hasil diskusi masalah tersebut. Agenda ini
biasanya dilaksanakan sebelum awal tahun anggaran. Peraturan Pemerintah RI
Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah memberikan pengertian bahwa
Musrenbang merupakan forum antar pemangku kepentingan dalam rangka menyusun
rencana pembangunan daerah. Pada dasarnya, Musrenbang adalah salah satu metode
yang digunakan dalam memadukan perencanaan yang bersifat bottom up planning dimana aspirasi masyarakat untuk perencanaan
dijaring dari tingkat yang paling bawah yaitu tingkat desa. Melalui proses ini,
diharapkan masyarakat dapat menyampaikan kebutuhan mereka dalam pembangunan
yang akan dilakukan kepada pemerintah dan dapat direspon dalam program-program
pembangunan yang akan dilakukan. Hasil dari Musrenbang seharusnya dapat dilihat
pada program yang dilaksanakan pemerintah melalui SKPDnya. Adapun dasar hukum
lain yang mengatur mengenai Musrenbang selain Peraturan Pemerintah RI Nomor 8
Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah antara lain adalah Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor: 050-187/Kep/Bangda/2007 Tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi
Pelaksanaan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
2.2.1 Karakteristik Musyawarak Perencanaan Pembangunan
Sebagai sebuah agenda dalam perencanaan
partisipatif yang melibatkan masyarakat di dalamnya, terdapat beberapa
karakteristik yang dimiliki Musrenbang, yaitu:
a.
Bersifat inklusif, inklusif merupakan
kebalikan dari ekskusif, artinya dalam pelaksanaan Musrenbang, tiap orang dapat
menyampaikan aspirasinya sesuai dengan pemikiran mereka tanpa ada batasan
b.
Proses yang berkelanjutan, artinya
Musrenbang tidak hanya selesai dengan berhasil menjaring aspirasi masyarakat
tingkat desa saja, namun prosesnya masih akan terus berlanjut hingga dikeluarkannya
program terkait pada Rencana Kerja SKPD terkait bahkan hingga program tersebut
berlangsung masih dapat dievaluasi pada Musrenbang berikutnya.
c.
Merupakan resolusi konflik, artinya
diskusi yang dilakukan dalam Musrenbang merupakan diskusi terkait masalah riil
yang ada di masyarakat dan hasilnya memutuskan prioritas pembangunan yang akan
dlakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut
d.
Bersifat partisipatif, artinya
Musrenbang merupakan agenda yang menjaring seluruh aspirasi dari masyarakat yang
sesungguhnya dimana aspirasi dan usulan yang keluar benar-benar berasal dari
masyarakat dan sesuai dengan permasalahan yang ada di masyarakat.
e.
Bersifat demand driven process artinya keputusan yang dihasilkan oleh
Musrenbang merupakan hal-hal yang memang diinginkan oleh masyarakat sebagai
peserta Musrenbang dimana permasalahan yang diselesaikan didasarkan pada
permintaan masyarakat
f.
Bersifat strategic thingking process artinya proses proses pelaksanaan
Musrenbang didasarkan pada pemikiran strategis dimana prioritas program yang
dihasilkan adalah program yang menyelesaikan masalah-masalah strategis yang
biasanya dalam jangka pendek.
2.2.2 Prinsip Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Dalam pelaksanaan Musrenbang, terdapat beberapa
prinsip yang harus dipegang teguh oleh seluruh peserta Musrenbang, prinsip
tersebut diantaranya adalah:
a.
Prinsip
Kesetaraan, artinya setiap peserta Musrenbang memiliki hak dan kesempatan yang
setara untuk mengaspirasikan pendapatnya baik ia berasal dari pihak
pemerintahan atau masyarakat biasa
b.
Prinsip
Musyawarah Dialogis, pada hakikatnya Musrenbang adalah sebuah kegiatan
musyawarah yang didalamnya terdapat diskusi dan dialog dari berbagai sudut
pandang. Apabila terjadi proses dialog antara seluruh stakeholder terkait,
seharusnya Musrenbang dapat menghasilkan keputusan yang baik
c.
Prinsip
Keberpihakan artinya musyawarah juga dilakukan untuk menjaring aspirasi dari
pihak yang sering diabaikan dalam pengambilan keputusan seperti kelompok
masyarakat miskin
d.
Prinsip Anti
Dominasi artinya dalam pelaksanaan Musrenbang tidak boleh ada pihak yang
mendominasi jalannya dialog apalagi sampai mengurangi kesempatah pihak lain
untuk beraspirasi
e.
Prinsip
Pembangunan Holistic artinya hasil yang dikeluarkan dari keputusan Musrenbang
adalah perencanan yang berdasar atas kepentingan seluruh masyarkat dan bukan
kepentingan pihak tertentu saja.
2.3. Mekanisme Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Pelaksanaan
Musrenbang dimulai dari Musrenbang tingkat desa/kelurahan, kemudian kecamatan, kota,
dan selanjutnya tingkat provinsi. Implementasi dari musrenbang daerah berpedoman kepada Surat Edaran Bersama
antara Ketua BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 1354/M.PPN/03/2004 dan
050/744/SJ Tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang dan Perencanaan
Partisipatif Daerah. Musrenbang dimulai pada tingkat
Dusun/RT untuk menjaring aspirasi masyarakat pada tingkat tersebut, kemudian
aspirasi masyarakat tingkat dusun dibawa pada pelaksanaan Musrenbang tingkat
desa pada bulan yang sama yaitu sebelum awal tahun anggaran sekitar bulan
Januari. Setelah berhasil menjalankan Musrenbang tingkat desa maka aspirasi
masyarakat tingkat desa akan dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan yang akan
menghasilkan dokumen berupa daftar usulan program dari kecamatan dalam
penyelesaian masalah pada kecamatan masing-masing sesuai dengan aspirasi
masyarakat yang telah di kumpulkan semenjak Musrenbang tingkat dusun/RT. Pada
saat yang bersamaan SKPD pemerintah juga telah menyusun program-program yang
akan dilaksanakan pada tahun tersebut. Pada tingkat berikutnya, usulan
kecamatan yang telah diverifikasi akan dibawa pada Musrenbang tingkat kabupaten
dan didiskusikan dengan usulan dari SKPD, pada momen ini, dua pendekatan
perencanaan yaitu bottom-up dan top-down bertemu diwakilkan oleh usulan
warga dan usulan SKPD. Tiap usulan kecamatan yang masuk pada Musrenbang ini
akan dikategorikan sesuai dengan SKPD yang terkait. Setelah pelaksanaan
diskusi, usulan-usulan yang sudah disetujui dan akan dilaksanakan pada tingkat
kabupaten akan dituangkan dalam Renja SKPD, sementara usulan untuk tingkat
provinsi akan didiskusikan langsung pada Musrenbang tingkat provinsi untuk
kemudian didiskusikan dengan usulan dari forum SKPD Provinsi. Setelah
penyusunan Renja SKPD (baik kabupaten atau provinsi) maka rencana kerja
tersebut akan diverifikasi, dengan indikator antara lain:
• Kesesuaian usulan kegiatan SKPD dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
• Kesesuaian jenis dan pengkodean kegiatan
• Kesesuaian jenis dan pengkodeaan mata anggaran
maupun plafond pagu indikatif yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah.
Setelah itu kemudian
disusun Rancangan RKPD untuk diajukan pada pihak legislatif dan eksekutif baik
pemerintahan tingkat 1 atau tingkat 2. Kemudian setelah disahkannya Rancangan
RKPD menjadi RKPD maka usulan dari masyarakat dan SKPD tersebut akan dituangkan
dalam rencana program dan anggaran pemerintah baik tingkat kabupaten atau kota.
Hal ini kemudian menjadi dasar hukum bagi pelaksaan program tersebut. Adapun
RKPD yang telah disusun tersbut akan menjadi salah satu dasar dalam penetapan
APBD pada tahun anggaran tersebut.
Hal yang sama juga
terjadi pada tingkat Musrenbang Nasional yang menghasilkan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga yang sebelum pelaksanaan Musrenbang Nasional telah disusun
terlebih dahulu Rancangan Awal Renja Kementerian/Lembaga melalui Rapat
Koordinasi Pusat, adapun peran Musrenbang disini adalah untuk menyatukan usulan
dari masyarakat yang dibawa dari Musrenbang Provinsi dengan Rancangan Awal K/L.
Output akhir program dari Musrenbang
ini pada akhirnya akan dituangkan pada RKP Provinsi. Secara keseluruhan, mekanisme Musrenbang hingga tingkat nasional akan berakhir pada bulan Mei. Adapun bagan mekanisme
Musrenbang sebagaimana yang telah dijelaskan dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Gambar 1 Alur Pelaksanaan Musrenbang
2.4. Keterkaitan Musyawarah Perencanaan Pembangunan dengan Pembangunan Berkelanjutan
2.5. Kritik Terhadap Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan sebuah agenda yang bertujuan
salah satunya untuk menampung aspirasi dan usulan masyarakat dalam penyelesaian
masalah yang mereka rasakan di lingkungannya dan kemudian dituangkan dalam
program pembangunan pemerintah. Pada agenda ini, peran masyarakat sangat besar.
Perencanaan dimana keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dan menjadi salah
satu masukan penting disebut dengan perencanaan partisipatif. Abe (2002) mengatakan
bahwa perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan
kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sebuah perencanaan yang partisipatif diharapkan mampu
menjaring kepedulian dan kebutuhan masyarakat dengan lebih baik sehingga dalam
pelaksanaannya dapat lebih mudah dan lancar. Partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan
merupakan proses adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan.
Prasyarat yang harus terdapat dalam proses pembangunan berkelanjutan adalah
dengan mengikutsertakan semua anggota masyarakat dalam setiap tahap
pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan sendiri merupakan sebuah
proses pembangunan yang memiliki prinsip bahwa pembangunan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat pada masa ini tanpa mengorbankan kemampuan
pemenuhan kebutuhan generasi di masa mendatang yang meliputi baik kondisi fisik
maupun non-fisik. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaannya sangat
kompleks karena tergolong multimdimensi, tidak hanya terkait kerangka waktu
saat ini dan masa mendatang namun juga terkait dimensi sosial, lingkungan, dan
ekonomi yang harus sustainable.
Masyarakat merupakan elemen penting dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
karena dalam perspektif ini, masyarakat berperan sebagai objek sekaligus subjek
dari perencanaan. Masyarakat dalam hal ini berhak untuk untuk terlibat dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan dan lingkungan mereka
sehari-hari baik untuk saat ini maupun untuk masa depan mereka. Hal ini dapat
diterapkan dengan melaksanakan perencanaan yang partisipatif. Apabila
masyarakat dapat diberikan kesempatan untuk aktif dalam proses pembangunan,
maka pembangunan yang akan berlangsung dapat menjadi lebih efektif dan efisien.
Selain itu, pelaksanaan Musrenbang akan membantu perencana untuk menyadari
permasalahan apa yang sesungguhnya dirasakan masyarakat terkait pilar-pilar
pembangunan berkelanjutan (sosial, lingkungan, ekonomi) karena pelaksanaannya
dilakukan mulai dari tingkat dusun hingga tingkat nasional.
Berdasarkan penjelasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara proses Musrenbang dengan
pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada peran masyarakat yang sangat
dibutuhkan dalam sebuah pembangungan berkelanjutan baik mengenai peran dalam
aspirasi, usulan, maupun pelaksanaan pembangunan itu sendiri, karena melalui
Musrenbang, pembangunan yang akan dilakukan adalah pembangunan yang sesuai
kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat akan memiliki sense of belonging terhadap pembangunan yang ada sehingga
pembangunan yang akan dilakukan dapat berkelanjutan baik disisi sosial,
lingkungan, dan ekonomi.
Secara
teoritis, pelaksanaan Musrenbang merupakan salah satu metode yang terbaik dalam
menjaring usulan dan pendapat masyarakat dalam proses pembangunan karena
aspirasi yang dikumpulkan dari Musrenbang benar-benar sangat rinci mulai dari
tingkat dusun hingga tingkat nasional. Pelaksanaan Musrenbang yang sesuai
dengan prinsip yang dimilikinya tentu dapat menjadikan hasil dari Musrenbang
sebagai usulan yang sangat berharga dalam proses penyusunan rencana dan
pembangunan. Namun, dalam kenyataannya pelaksanaan Musrenbang ternyata cukup
kompleks sehingga belum sepenuhnya mampu memenuhi prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Beberapa kritik terhadap implementasi pelaksanaan Musrenbang diantaranya
adalah:
a. Inisiatif dan partisipasi masyarakat
dalam Musrenbang tergolong masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya
masyarakat yang mau berpartisipasi dalam pelaksanaan Musrenbang. Selain itu,
partisipasi masyarakat pada Musrenbang pun masih berada pada tingkat
“kehadiran” saja sehingga aspirasi dan usulan dari masyarakat belum bisa digali
secara maksimal terutama di daerah pedesaan. Hal ini ditengarai karena masih rendahnya
kapasitas masyarakat dalam memahami proses yang sedang berjalan serta terlibat
secara produktif dalam memberikan usulan sesuai yang mereka inginkan. Minimnya
inisiatif masyarakat ini akhinrya berdampak pada kurang maksimalnya perencanaan
yang dihasilkan untuk mengatasi prioritas permasalahan riil yang ada di
masyarakat. Tatuga (2011) menyatakan minimnya partisipasi masyarakat ini adalah
hal yang benar-benar terjadi salah satunya pada pelaksanaan Musrenbang
Kabupaten Sanggau 2011
b. Dominasi unsur
pemerintah dalam pelaksanaan Musrenbang masih cukup besar, sehingga masyarakat
yang hadir menjadi kurang aktif dalam memberikan masukan. Selain itu,
pemerintah juga kerap dianggap kurang konsisten dalam menerapkan hasil
keputusan yang dihasilkan Musrenbang.Hal ini juga pada akhirnya berpotensi pada
kekecewaan masyarakat dan menurunnya tingkat kehadiran masyarakat di tahun
berikutnya.
c. Karena proses
penjaringan usulan yang terbilang panjang hingga paling rendah tingkat
kabupaten untuk dapat diwujudkan, seringkali usulan dari tingkat dusun dan RT
yang sangat banyak menjadi kecil kemungkinannya untuk direspon menjadi sebuah
program dan dianggarkan dalam APBD. Hal ini diperparah dengan kurangnya
pengawalan warga terhadap
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa
implementasi dari kegiatan Musrenbang belum dapat memberi output seperti yang diinginkan. Oleh karena itu, diperlukan usaha
lebih dari pemerintah dan tokoh masyarakat untuk dapat menjaring kepercayaan
dan minat masyarakat untuk lebih aktif bersuara dalam proses pembangunan salah
satunya melalui sehingga hasil dari Musrenbang dapat benar-benar mewakili
kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya sehingga program yang direncanakanpun
akan dapat menyelesaikan permasalahn yang menjadi prioritas di lingkungan
masyarakat itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga harus konsisten dalam
pelaksanaan Musrenbang dengan tidak terlalu mendominasi jalannya diskusi dan
tidak membawa kepentingan pihak tertentu dalam memutuskan usulan mana yang akan
diakomodir dan usulan mana yang belum layak untuk dituangkan dalam program
pemerintah.
BAB III
KESIMPULAN
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
merupakan sebuah kegiatan yang secara teoritis sangat baik untuk dapat
menjaring dan menampung usulan masyarakat secara luas karena pelaksanaannya
yang dijalankan dari tingkat dusun hingga tingkat nasional. Pelaksanaan
Musrenbang merupakan salah satu implentasi dari perencanaan yang bersifat
partisipatif dimana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan
sehingga isu yang diselesaikan dalam perencanaan sesuai dengan kondisi yang
benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, pelaksanaan Musrenbang juga
mampu memadukan dua pendekatan perencanaan yaitu top-down planning dan bottom-up
planning melalui diskusi antara SKPD dengan masyarakat dengan usulan
programnya masing-masing. Dengan tingginya partisipasi masyarakat dalam proses
Musrenbang ini, diharapkan perencanaan yang dilaksanakan dapat tepat sasaran.
Terlebih lagi, partisipasi merupakan salah satu elemen penting dalam yang harus
ada dalam proses pembangunan berkelanjutan dimana masyarakat harus
diikutsertakan dalam seluruh proses pembangunan karena masyarakatlah yang
menjadi subjek dan objek pembangunan tersebut sehingga sangat penting untuk
masyarakat dapat berperan aktif.
Namun, pelaksanaan Musrenbang saat ini belum
dapat berjalan sesempurna teorinya. Masih terdapat kekurangan diberbagai aspek
pelaksanaan mulai dari minimnya inisiatif dan peran masyarakat hingga kurang
konsistennya pemerintah dalam melaksanakan hasil dari Musrenbang yang telah
disepakati sehingga masih jarang usulan masyarakat yang muncul menjadi program
kerja pemerintah. Tidak maksimalnya hasil dari Musrenbang ini seharusnya dapat
dihindari mengingat betapa efisiennya pembangunan yang akan dilakukan apabila
telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana masalah-masalah yang
diselesaikan merupakan masalah yang menjadi prioritas masyarakat. Dalam hal ini
beberapa rekomendasi yang dapat diberikan agar pelaksanaan Musrenbang
kedepannya menjadi lebih baik diantaranya adalah dengan melakukan edukasi masyarakat
dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memahami isu yang ada di
lingkungannya sehingga usulan yang diberikan tidak hanya sebatas perbaikan
jalan dan jembatan saja melainkan hal-hal yang lebih mendalam seperti
percepatan pertumbuhan ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan lainnya.
Selain itu, juga diperlukan keseriusan pemerintah dalam menanggapi hasil yang
dikeluarkan dari Musrenbang sehinga hasil diskusi yang telah dilakukan tidak
hanya berakhir menjadi dokumen dan formalitas saja tetapi benar-benar
dipertimbangkan dalam penyusunan RKP Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2009. “Indikator Pembangunan Berkelanjutan di
Indonesia.” Bulletin Tata Ruang ISSN 1978-1571. Edisi Januari – Februari
2009
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:
050-187/Kep/Bangda/2007 Tentang Pedoman Penilaian dan Evaluasi Pelaksanaan
Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah
Surat Edaran
Bersama antara Ketua BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor :
1354/M.PPN/03/2004 dan 050/744/SJ Tentang Pedoman Pelaksanaan Forum Musrenbang
dan Perencanaan Partisipatif Daerah.
Tatuga, Priamus Harjuna. 2011. Musrenbang dalam Dilema. [Online]. Available at: http://sekolahdemokrasi.elpagar.org/tulisan/006.htm. Diakses pada Jumat, 26 Juni 2015