Posted By: Unknown On Minggu, 28 Juni 2015
KAJIAN PELAKSANAAN MUSRENBANG SEBAGAI WAHANA PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG KEBERLANJUTAN
Glenysz
Febryanti Limbong
21040112120013, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Diponegoro
I.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya
pembangunan suatu wilayah merupakan wadah (container)
perencanaan yang tentunya melibatkan masyarakat setempat sebagai pemegang peran
aktif atas kegiatan yang berlangsung di lingkungan tempat mereka hidup atau
dapat disebut sebagai isi (contents)
perencanaan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional yang menegaskan bahwa perencanaan pembangunan
nasional bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat
dalam upaya perencanaan merupakan langkah efektif untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan, dengan tujuan agar dapat memberikan kepastian informasi secara
lengkap tentang kebutuhan dan kondisi masyarakat yang bersangkutan, serta mendorong
masyarakat untuk turut bertanggung jawab dalam pembangunan, dalam lingkup kecil
adalah wilayah tempat tinggalnya sendiri.
Musyawarah Perencanaan
dan Pembangunan (Musrenbang) merupakan suatu forum perencanaan pembangunan
formal yang mempertemukan aspirasi masyarakat dari bawah dengan usulan program
pembangunan dari pemerintah. Dalam praktiknya, Musrenbang masih belum memihak
masyarakat sebagai objek utama. Mekenisme Musrenbang belum mampu memuaskan
semua pihak, disebabkan masih menggunakan gaya sentralistis (top-down planning) yaitu dengan
penyeragaman pendekatan perencanaan dari pusat ke daerah, waktu pelaksanaan
Musrenbang cenderung kaku dan dipaksakan, daerah masih tergantung terhadap
alokasi anggaran dan program pemerintah pusat, serta kinerja koordinasi
antarlembaga pemerintah dan masyarakat seringnya tidak konsisten. Kondisi
seperti ini membentuk keraguan tersendiri seberapa besar keberhasilan Musrenbang
menjadi wahana efektif dalam perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Tujuan dari tulisan ini
adalah untuk mengkaji keterkaitan Musrenbang dengan pembangunan berkelanjutan. Prinsip
berkelanjutan (sustainable)
menunjukkan bahwa perencanaan tidak hanya terdiri dari pada suatu tahap, tetapi
harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan
dan mencegah terjadi kemunduran. Selain itu, perlunya evaluasi dan pengawasan
dalam pelaksanaannya sehingga dapat diadakan perbaikan secara berkala selama
perencanaan dijalankan.
II.
PEMBAHASAN
A. Definisi, Landasan Hukum,
Prinsip dan Mekanisme Musrenbang
Musyawarah Perencanaan
dan Pembangunan (Musrenbang) adalah sebuah mekanisme perencanaan, sebuah
institusi perencana yang ada di daerah dan sebagai mekanisme untuk
mempertemukan usulan/kebutuhan masyarakat (bottom-up
planning) dengan apa yang akan diprogram pemerintah (top-down planning). Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun
2008, Musrenbang merupakan forum antar pemangku kepentingan dalam rangka
menyusun rencana pembangunan daerah.
Musrenbang dilaksanakan
dalam rangka melaksanakan amanat UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional; UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Daerah; UU Nomor 32/2004
tentang Pemerintahan Daerah; PP Nomor 40/2006 tentang Tata cara Penyusunan
Rencana Pembangunan; PP Nomor 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP
Nomor 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga; Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib
menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) sebagai pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN/RPJMD); serta
Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/ 2007-050/264.A/SJ,
tanggal 16 Januari 2008 perihal Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang
Tahun 2008 yang mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan daerah dilakukan
berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing guna mewujudkan integrasi,
sinkronisasi dan sinergitas pembangunan, antar (stakeholders) pemangku kepentingan.
Karakteristik
Musrenbang, antara lain: merupakan resolusi konflik, bersifat strategic thinking process, inklusif,
berkelanjutan dan partisipatif. Proses pelaksanaan perencanaan pembangunan yang
melibatkan Musrenbang dalam rangka penyusunan RKPD hingga pendanaan dalam APBD juga
harus memenuhi prinsip participative, prinsip sustainable, dan prinsip holistic.
· Prinsip
Partisipatif (Participative)
Prinsip partisipatif menunjukkan
bahwa rakyat atau masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari perencanaan
harus turut serta dalam prosesnya; tidak hanya menikmati hasil perencanaan,
tetapi ikut serta dalam prosesnya.
· Prinsip
Keberlanjutan (Sustainable)
Prinsip ini menunjukkan bahwa
perencanaan harus berlanjut dan menjamin kemajuan terus-menerus dalam kesejahteraan
dan mencegah terjadi kemunduran. Selain itu, perlunya evaluasi dan pengawasan
dalam pelaksanaan sehingga dapat diadakan perbaikan secara berkala selama
perencanaan dijalankan.
· Prinsip
Keseluruhan (Holistic)
Prinsip
ini menunjukkan bahwa masalah dalam perencanaan pelaksanaannya tidak hanya
dilihat dari satu sisi tetapi harus dilihat dari berbagai aspek dalam keutuhan
konsep secara keseluruhan. Unsur yang dikehendaki selain harus mencakup hal-hal
di atas juga mengandung unsur yang dapat berkembang secara terbuka dan
demokratis.
Dalam pelaksanaan proses
perencanaan pembangunan (Musrenbang) disusun berdasarkan rencana kerja (working plan) berdasarkan landasan hukum
UU No. 25/2004. Apabila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan yang
berdasarkan rencana kerja lebih diarahkan pada RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah) yang bersifat indikatif selama 5 (lima) tahun, yang
merupakan jabaran visi, misi, dan program kepala daerah, yang memuat arah
kebijakan keuangan, strategi pembangunan, dan program SKPD/I (Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Instansi), disertai dengan rencana-rencana kerja dalam
kerangka regulasi dan pendanaan yang indikatif. RPJMD kemudian dijabarkan dalam
RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) dan dituang dalam Rencana Strategis
SKPD. RKPD dijabarkan dalam KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan merupakan pedoman
untuk menyusun RAPBD. Selanjutnya dari RAPBD ditetapkan melalui peraturan
daerah menjadi APBD. Sedangkan Renstra SKPD menjadi Rencana Kerja SKPD, dimana
Renja SKPD merupakan pedoman untuk menyusun RKA SKPD (Rencana Kerja dan
Anggaran SKPD) yang akan dijabarkan lagi menjadi rincian APBD.
Sumber: Munawar
Mappalopo, 2012
Gambar 1
Kedudukan
Musrenbang dalam Alur Perencanaan dan Penganggaran
Musrenbang
diselenggarakan melalui urutan proses paling dasar; Musrenbangdes (Musyawarah
Perencanaan dan Pembangunan Desa), Musrenbangcam (Musyawarah Perencanaan dan
Pembangunan Kecamatan), dan kemudian Musrenbangkab/kot (Musyawarah Perencanaan
dan Pembangunan Kabupaten/Kota), hingga pada tingkat provinsi dan nasional.
B.
Definisi dan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Pengertian Pembangunan
Berkelanjutan menurut Eko Budiharjo (mengutip pendapat Brundtland:1997) adalah
: Pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa
mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka,
sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi,
orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan
secara sinergi saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia.
Salah satu tahapan
penting dalam pembangunan adalah perencanaan. Arti pentingnya perencanaan ini
dikemukakan oleh Waterson dalam Bryant and White (1989: 306), perencanaan
mencakup penghematan sumber-sumber daya langka oleh otoritas yang dibentuk masyarakat
banyak. Oleh karena itu perencanaan harus mencakup upaya-upaya yang
terorganisasi, sadar, dan kontinyu untuk menemukan alternatif-alternatif terbaik
yang dapat ditempuh guna mencapai tujuan-tujuan yang khusus.
Prinsip dasar
Pembangunan Berkelanjutan meliputi,
1. Pemerataan dan keadilan sosial.
Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk
generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan distribusi sumber
lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil), berupa
kesejahteran semua lapisan masyarakat.
2. Menghargai keanekaragaman
(diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman
hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk
memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk
masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong
perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi
berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.
3. Menggunakan pendekatan integratif.
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam.
Manusia mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak, sehingga
pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan antara
sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif dalam
pelaksanaan pembangunan.
4. Perspektif jangka panjang,
dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali diabaikan, karena masyarakat
cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa akan datang. Karena itu
persepsi semacam itu perlu dirubah.
C.
Keterkaitan Musrenbang dengan Pembangunan Berkelanjutan
Partisipasi sebagai
salah satu elemen pembangunan merupakan proses adaptasi masyarakat terhadap
perubahan yang sedang berjalan. Prasyarat yang harus terdapat dalam proses
pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengikutsertakan semua anggota
masyarakat dalam setiap tahap pembangunan (Sumodingrat, 1988).
Pada dasarnya sustainable development, menurut
Brundtland Report dari PBB (1987) adalah proses pembangunan yang mencakup tidak
hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga semua unsur, bisnis, masyarakat, dan
sebagainya yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Sehingga melalui proses Musrenbang,
masyarakat merupakan elemen penting dalam pembangunan berkelanjutan karena
berperan sebagai objek sekaligus subjek pembangunan dan berhak terlibat dalam
keputusan-keputusan/kebijakan yang menyangkut kehidupan dan lingkungan mereka
sehari-hari untuk masa depan mereka.
D.
Kritik Terhadap Pelaksanaan Musrenbang
Musrenbang bukan hanya
sekedar mekanisme perencanaan, tetapi suatu wadah silaturahmi antar masyarakat,
dan antara masyarakat dengan pemerintah. Sebagai sarana penampungan aspirasi
masyarakat, pelaksanaan Musrenbang sudah cukup berhasil menampung aspirasi dan
terjadi diskusi antara pihak pemerintah dan masyarakat setempat. Akan tetapi
dalam prakteknya terlalu banyak kepentingan atau usulan yang harus
dipertimbangkan. Mayoritas aspirasi yang dapat ditampung adalah berupa fisik,
misalnya pembangunan jalan, pebaikan gedung, dan lainnya. Sedangkan dari segi non-fisik,
misalnya pendekatan langsung para pejabat daerah ataupun sosialisasi tentang
tata ruang sendiri belum terjadi dalam Musrenbang.
Dalam realisasinya
masyarakat terkadang tidak terlalu paham, kebanyakan dari mereka berpendapat
bahwa apa yang mereka usulkan terkait perbaikan fisik tersebut akan selalu
mendapat bantuan dana. Tetapi dalam realisasi di provinsi atau tingkat
kota/kabupaten akan dikaji kembali faktor keakuratan usulan kegiatan. Ada
kecenderungan bahwa usulan yang diajukan dalam Musrenbang kecamatan merupakan
rumusan pejabat kelurahan dan desa, sehingga partisipasi masyarakat
sesungguhnya masih jauh dari harapan. Fenomena ini dapat dilihat berdasarkan
hasil observasi dilapangan dimana, hanya terdapat beberapa orang perwakilan
masyarakat. Sehingga pihak pejabat kelurahan/desa yang merumuskan daftar
kegiatan prioritas. Hal ini menyebabkan beberapa usulan dari bawah tidak
dilirik dan tidak adanya anggaran terhadap hal tersebut. Masyarakat yang
dikecewakan seharusnya mendapatkan pemahaman kembali tentang bagaimana
mekanisme dan pembatasan anggaran terhadap masalah yang lebih penting di
wilayah yang lebih luas.
Maka di era sekarang ini,
dimana gerbang demokrasi dibuka secara masiv bagi masyarakat, sebuah konsep humanis
berdasarkan partisipasi masyarakat bukan hal yang tidak mungkin. Hal ini dapat
dimulai dari peran aktif masyarakat di tahap paling dasar, tahap identifikasi
masalah, perumusan solusi, perencanaan program, pembuatan kebijakan hingga
tahap evaluasi harus mengikutsertakan masyarakat yang berperan tidak hanya
sebagai objek, namun juga subjek perencanaan.
Dalam musyawarah ini
masyarakat penting untuk terlibat menentukan formulasi terbaik bagi
kelurahan/kecamatan/kota mereka sendiri. Jika masyarakat benar-benar diberi
kesempatan dan haknya untuk terlibat aktif dalam perencanaan pembangunan
tersebut, maka pembangunan diperkirakan berlangsung lebih efektif dan efisien
karena masyarakat setempatlah yang lebih mengetahui seluk beluk lingkungan
mereka serta potensi dan masalah dan terdapat rasa memiliki terhadap proyek
pembangunan yang ada.
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang
telah dilakukan terhadap keterkaitan Musrenbang dengan Pembangunan
Berkelanjutan yang dianalisis dari prinsip pembangunan hingga mekanisme
Musrenbang dalam tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kota hingga provinsi
didapatkan bahwa Musrenbang memiliki keterkaitan erat sebagai penampung
aspirasi masyarakat namun juga sebagai wadah silaturahmi antar masyarakat, dan
antara masyarakat dan pemerintah.
Hal ini ditinjau dari
prinsip Musrenbang yaitu partisipatif, keberlanjutan, dan pembangunan holistic.
Prinsip berkelanjutan (sustainable) dalam
Perencanaan Pembangunan menunjukkan bahwa perencanaan tidak hanya dalam suatu
tahap, tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan konstan dalam kesejahteraan
dan mencegah terjadi kemunduran. Selain itu, perlunya evaluasi dan pengawasan oleh
perangkat daerah dibantu masyarakat setempat dalam pelaksanaannya sehingga
dapat diadakan perbaikan secara berkala selama perencanaan dijalankan.
Pada pelaksanaan
Musrenbang perlu peningkatan pemahaman perangkat kelurahan/ kecamatan, unsur pembangunan
dan unsur masyarakat mengenai mekanisme dan wawasan perencanaan pembangunan,
serta pendekatan aktif oleh perangkat daerah setempat kepada masyarakat
sehingga masyarakat terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses
perencanaan pembangunan.
Setelah kegiatan
Musrenbang hingga penganggarannya berlangsung, perlu ada pengawasan pelaksanaan
hasil Musrenbang oleh pemerintah kecamatan/kota dibantu oleh masyarakat, agar
pelaksanaan hasil Musrenbang benar-benar berjalan lancar dan memberikan manfaat
bagi masyarakat baik itu program fisik maupun program non fisik.
Daftar
Pustaka
Bappeda Kota Tanjungbalai. 2015. “Pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) 2015.” http://bappeda.tanjungbalaikota.go.id/.
Diakses Jumat, 26 Juni 2015.
HS, Soemarmo. 2005. Analisis Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif Pada Proses Perencanaan
Pembangunan di Kota Semarang. Tesis. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik, Universitas Diponegoro.
Ma’arif, Samsul (dkk.). 2010. “Evaluasi Efektivitas
Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kota Semarang.”
Jurnal Riptek. Vol. 4. No. II. Hal: 53-62.
Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor
0008/M.PPN/01/2007-050/264.A/SJ, perihal Petunjuk Teknis Penyelenggaraan
Musrenbang Tahun 2008
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1980. Perencanaan
Pembangunan. Jakarta: PT Gunung Agung.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
Zulkifli, Alif. 2013. “Prinsip-Prinsip Pembangunan
Berkelanjutan atau Principle of Sustainability Development.” http://www.bangazul.com/.
Diakses Jumat, 26 Juni 2015.